Rabu, 15 Juli 2009

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

SELAYANG PANDANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GNRHL) DI KALIMANTAN SELATAN
Ditulis oleh Admin
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) adalah sebagai upaya percepatan rehabilitasi hutan dan lahan yang diarahkan untuk penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor dan kekeringan secara terpadu dengan peran semua pihak (pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, pengusaha dan lain-lain) melalui mobilisasi sumber daya
Tingkat penggundulan dan kerusakan hutan di Indonesia sekarang ini menyebabkan keprihatinan yang besar bagi semua pihak. Praktek illegal logging dan illegal trade, perambahan hutan, kebakaran hutan, pembukaan hutan untuk keperluan di luar sektor kehutanan, pengelolaan hutan yang belum menerapkan azas kelestarian merupakan faktor utama penyebab kerusakan hutan Indonesia. Pada sambutan Seminar Alumni Fakultas Kehutanan UGM 19 September 2003 Menteri Kehutanan mengungkapkan bahwa kerusakan hutan berupa lahan kritis pada tahun 2003 mencapai 43 juta ha lebih, yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan laju deforestasi nasional dalam 10 tahun terakhir telah mencapai 1,6 juta Ha per tahun.

KONDISI
Lahan kritis dan sangat kritis di Kalimantan Selatan mencapai 560.283 Ha, terbesar di Kabupaten Kotabaru seluas 150.891 Ha disusul Kabupaten Banjar seluas 129.772 Ha, sedangkan lainnya tersebar di seluruh wilayah Kalimantan selatan. Keadaan ini masih ditambah dengan lahan yang termasuk kategori agak kritis seluas 1.600.509 Ha dan potensial kritis seluas 1.037.517 HaBencana tanah longsor, banjir, kekeringan dan kebakaran hutan merupakan peristiwa yang rutin terjadi dan kegagalan pengelolaan sektor kehutanan sering disebut-sebut sebagai penyebabnya. Tanah longsor dan banjir terjadi pada musim hujan, sedangkan kekeringan dan kebakaran hutan terjadi pada musim kemarau.
Dampaknya cenderung menimbulkan kerugian secara nasional yang tidak sedikit. Diantaranya berupa kerusakan infrastruktur yang menyebabkan terganggunya tata kehidupan masyarakat.ada akhirnya sektor kehutanan menjadi kambing hitam dan tumpuan kesalahan dari berbagai pihak. Sistim rehabilitasi hutan dan lahan dalam GNRHL ini merupakan sistim terbuka yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dengan penggunaan lahan dan hutan. Secara nasional keterpaduan dan koordinasi telah dilaksanakan dengan terbentuknya Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitas Lahan dan Hutan yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama 3 (Tiga) Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan

TARGET
Sasaran kuantitas GNRHL selama kurun waktu selama 5 (lima) tahun adalah seluas 3.000.000 Ha, dengan rincian 300.000 Ha tahun 2003, 500.000 Ha tahun 2004, 600.000 Ha tahun 2004, 700.000 Ha tahun 2005 dan 900.000 Ha tahun 2006. Sasaran GNRHL untuk 5 tahun ke depan diarahkan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Prioritas I dan Prioritas II untuk melindungi waduk dan danau yang mengalami pendangkalan serta bencana banjir yang diimplementasikan pada semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Pada tahun 2003 sasaran GNRHL meliputi percepatan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di 29 Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas I khususnya diarahkan untuk pengamanan waduk, DAM dan danau, keterpaduan sumber dan alokasi anggaran untuk mendukung keberhasilan kegiatan GNRHL, terwujudnya koordinasi dan sinergi para pihak dalam implementasi kegiatan GNRHL sesuai dengan pendekatan teknis GRNHL serta terbinanya kelembagaan penyelenggaraan GNRHL.

Secara garis besar kegiatan dalam GNRHL dapat dikelompokkan menjadi kegiatan pokok, kegiatan pendukung serta kegiatan penunjang. Kegiatan pokok yang akan dilaksanakan meliputi : reboisasi (penanaman dalam kawasan hutan), penghijauan (penanaman di luar kawasan hutan), pembangunan hutan hak atau hutan milik (hutan rakyat), pembangunan usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan, pembangunan usaha tani konservasi Daerah Aliran Sungai, pemeliharaan dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif.

Sedangkan kegiatan pendukung teridiri dari penyediaan bibit tanaman hutan dan jenis pohon serbaguna, perlindungan tanaman, pengendalian hama dan penyakit tanaman, penanggulangan kebakaran tanaman serta pelatihan penyuluhan pemberdayaan masyarakat setempat. Yang tidak kalah pentingnya adalah kegiatan penunjang yang juga menjadi penentu keberhasilan GNRHL yang terdiri dari : penguatan kelembagaan (Tim Pembina Propinsi dan sosialiasi program), advokasi kegiatan GNRHL, pengadaan citra satelit liputan tahun 2003, pola kerjasama TNI danmasyarakat, penyusunan baseline data kondisi waktu waduk/DAM danau dan sungai, pengembangan tanaman pangan dengan pola tumpangsari serta asistensi teknis dalam pembuatan persemaian, penafsiran citra satelit dan pembangunan masyarakat.

Rehabilitasi hutan dan lahan di Kalimantan Selatan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak mengingat kerusakan hutan dan lahan di Kalimantan Selatan sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Kerusakan hutan dan lahan di Kalimantan Selatan diantaranya disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, penambangan liar, kebakaran hutan. Anehnya kegiatan-kegiatan yang berdampak buruk bagi lingkungan tersebut banyak yang mengatas namanakan rakyat. Disamping itu juga karena masih banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang eksploitasi hutan dan lahan yang hanya berorientasi pada aspek ekonomi dan belum mempunyai komitmen serius terhadap kelestarian lingkungan.

Dengan menggunakan dana yang berasal dari APBD, Alokasi khusus Dana Reboisasi dan dana sah lainnya berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan tersebut diantaranya melalui program sengonisasi seluas 1.100 Ha, pembangunan hutan tanaman swakelola di Kabupaten Banjar seluas 1.000 Ha, pembangunan reboisasi seluas 1.270 Ha, pengembangan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 305 Ha, penghijauan dan reboisasi seluas 4.523,5 Ha.

Guna mendukung upaya perbaikan lingkungan yang telah dilaksanakan tersebut di atas pada tahun 2003 Kalimantan selatan juga memperoleh alokasi kegiatan melalui program GNRHL seluas 7.935 Ha yang terdiri dari 3.405 Ha terdapat dalam kawasan hutan dan 4.530 Ha di luar kawasan hutan. Kegiatan ini mencakup 8 Kabupaten/Kota yang terdiri dari Tabalong (1.500 Ha), Hulu Sungai Utara (1.625 Ha), Hulu Sungai Tengah (1.475 Ha), Hulu Sungai Selatan (1.400 Ha), Tapin (750 Ha), Banjar (830 Ha), Barito Kuala (325 Ha) dan Banjarbaru (30 Ha). Jumlah bibit yang diperlukan untuk merehabilitasi hutan dan lahan seluas 7.935 Ha tersebut adalah 6.237.000 batang yang terdiri dari jenis MPTS (Multi Purpose Tree Species) terdiri dari kemiri, cempedak, nangka, sungkai, mete, petai dan lain-lain. Sedangkan jenis tanaman keras atau kayu-kayuan seperti gemelina, jati, mahoni, karet, sengon, dan lain-lain.

Pertimbangan penetapan jenis tanaman ini disesuaikan dengan keinginan masyarakat di sekitar lokasi yang akan direhabilitasi, disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat, nilai ekonomis tinggi serta prospek pasar yang baik. Pada tahun 2004 Kalimantan Selatan direncanakan mendapatkan alokasi kegiatan GNRHL seluas 14.000 Ha. Pencanangan kegiatan GNRHL Tingkat Propinsi Kalimantan Selatan telah dilakukan oleh Gubernur dengan ditandai penanaman pohon Ulin, salah satu jenis pohon langka di Kalimantan Selatan pada tanggal 21 Januari 2004.

Pencanangan dilaksanakan di Desa Pulau Pinang Utara, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, bersamaan dengan Pencanangan GNRHL Tingkat Nasional oleh Presiden RI. Pencanangan dihadiri oleh berbagai pihak terkait yang terdiri dari : meliputi unsur Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Propinsi, UPT Pusat Departemen Kehutanan, perguruan tinggi, Korem, Kepolisian Daerah, pemegang HPH, BUMN, BUMD, tokoh masyarakat, penyuluh kehutanan, Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok tani, dan Pramuka di Kalimantan Selatan

*) Penulis adalah Anggota Tim Infokom Kehutanan Kalimantan Selatan

SUMBER : http://dishutkalsel.org/

Jumat, 03 Juli 2009

MANFAAT HUTAN

Penulis/Pengirim : Webmaster


Hutan sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia jaman dahulu mencari makan dengan cara berburu dan mengumpulkan tanaman liar di hutan. Beberapa orang masih tinggal dan hidup di dalam hutan, menjadi bagian alami dari hutan. Meskipun manusia telah membangun pemukiman pedesaan atau perkotaan tetapi masih sering memasuki hutan untuk berburu atau mencari kayu.

Sekarang ini orang lebih memperhatikan hutan dibanding sebelumnya terutama karena faktor : manfaat ekonomi, manfaat bagi lingkungan, dan manfaat hiburan.

Manfaat ekonomi
Hutan menghasilkan beberapa produk. Kayu gelondongan dapat diolah menjadi kayu, kayu lapis, bantalan kereta api, papan, kertas. Rotan dapat digunakan untuk furniture. Hutan dapat juga menghasilkan minyak dan berbagai produk lainnya, latex dapat digunakan untuk membuat karet, terpentin, berbagai jenis lemak, getah, minyak, dan lilin. Bagi masyarakat pedalaman binatang dan tanaman hutan menjadi sumber makanan pokok mereka.
Tidak seperti sumber alam lainnya misal batubara, minyak, dan tambang mineral, sumber alam yang berasal dari hutan dapat tumbuh kembali, sejauh manusia dapat memperhitungkan pengelolaannya.

Manfaat lingkungan
Hutan membantu konservasi dan memperbaiki lingkungan hidup dalam berbagai bentuk. Misalnya hutan membantu menahan air hujan, sehingga mencegah tanah longsor dan banjir, air hujan diserap menjadi air tanah yang muncul menjadi mata air bersih yang mengalir membentuk sungai, danau, dan untuk air sumur.

Tumbuhan hijau membantu memperbaiki lapisan atmosfir menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan oleh mahkluk hidup dan mengambil karbon dioksida dari udara. Jika tumbuhan hijau tidak menghasilkan oksigen lagi, maka hampir semua kehidupan akan berhenti. Jika karbon dioksida bertambah banyak di atmosfer hal ini dapat merubah iklim di bumi secara drastis.

Hutan menjadi tempat tinggal beberapa jenis tanaman dan binatang tertentu yang tidak bisa hidup di tempat lainnya. Tanpa hutan berbagai tumbuhan dan hewan langka akan musnah.

Manfaat hiburan
Keindahan alam dan kedamaian di dalam hutan dapat menjadi hiburan yang sangat luar biasa dan langka. Mengamati burung atau hewan langka menjadi kegiatan yang sangat menarik. Beberapa hutan dapat dimanfaatkan untuk berkemah, hiking dan berburu. Banyak juga yang hanya menikmati suasana dan bersantai di keheningan yang menyertai keindahan alam.

sumber : www.hutbun.cilacapkab.go.id

Rabu, 01 Juli 2009

Jenis-jenis hutan di Indonesia

Jenis-jenis hutan di Indonesia

Berdasarkan biogeografi

Kepulauan Nusantara adalah ketampakan alam yang muncul dari proses pertemuan antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus saling mendekati. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri kepulauan ini.

Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya.

  • Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)

Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat Garis Wallace. Garis Wallace merupakan suatu garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali dan Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang, pada 1858, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih mirip dengan yang ada di daratan Benua Asia.

  • Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)

Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Australesia (Benua Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur dan Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar 1902, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan yang ada di Benua Australia.

  • Kawasan Wallacea / Laut Dalam (di bagian tengah)

Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini memiliki juga unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara. Kalaupun jenis Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis Australia di bagian timur, hal ini karena Kawasan Wallacea sesungguhnya dulu merupakan palung laut yang teramat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora berhenti menyebar.

[sunting] Berdasarkan iklim

Dari letak garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis. Namun, posisinya di antara dua benua dan di antara dua samudera membuat iklim kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim, yaitu:

  • Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
  • Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua.
  • Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan Papua.

Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan hutan muson.

| width="50%" align="left" valign="top" | Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua.

Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan Kalappia.

Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).

[sunting] Berdasarkan sifat tanah

Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa.

  • Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).
  • Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria.
  • Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).

[sunting] Berdasarkan pemanfaatan lahan

Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta

Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:

  1. Hutan tetap : 75,27 juta ha
  2. Hutan konservasi : 15,37 juta ha
  3. Hutan lindung : 22,10 juta ha
  4. Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
  5. Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
  6. Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
  7. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.

Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha)

sumber : wikipedia